15 Maret 2008    1 komentar:

KARENA MUSIBAH AKU HARUS MENGULANG 1 SEMESTER KULIAHKU

ILHAM NUR AKBAR*

Juned adalah mahasiswa semester V di sebuah perguruan tinggi swasta tertua di Indonesia. Dia mengambil jurusan ilmu hokum karena bercita-cita menjadi seorang praktisi hukum yang handal, dia anak yang pandai dengan indeks prestasi kumulatif 3,8. Awalnya dia kuliah lancar tak pernah sekalipun absen dalam menghadiri kuliahnya. Diapun dikenal baik oleh teman-teman seangkatannya sebagai mahasiswa yang pandai. Diapun aktif sebagai seorang aktivis mahasiswa yang sering kali mengirimkan tulisannya untuk dimuat disurat kabar baik yang sekala local maupun nasional.
Akan tetapi dalam suatu ketika dia tertimpa musibah pada saat dia sedang dalam perjalanan menuju tempat kostnya. Dia mengalami kecelakaan dan menderita luka yang amat serius ditambah lagi lengan kirinya yang mengalami retak,
dan dia harus dirawat selama kurang lebih 1,5 bulan. Pada saat ia mengetahui harus dirawat selama itu, ia merasa bingung karena lusa sudah memasuki ujian akhir semester dan peraturan dikampusnya tersebut tidak ada ujian susulan dengan alasan apapun termasuk bagi mereka yang sakit seperti dirinya. Akhirnya dia memasrahkan diri saja kepada yang maha kuasa, dan pada akhirnya nilai Juned pada semester tersebut anjlok dan IPKnya turun drastis.

Ilustrasi cerita diatas merupakan suatu keprihatinan karena suatu kebijakan yang kurang manusiawi yaitu tiadanya dispensasi dari sang penguasa kampus terhadap seorang mahasiswa untuk menikuti ujian susulan karena ia berhalangan tidak bisa ikut ujian karena sakit sehingga harus tertunda menyelesaikan studinya karena mendapat suatu musibah yang memang tidak ia inginkan tersebut.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa musibah bisa terjadi kapan saja tanpa kita duga dan terhadap siapapun. Saya tidak paham dengan logika yang dipakai oleh pengambil kebijakan dikampus ini, kenapa dispensasi untuk mengikuti ujian susulan tidak dibolehkan dengan alasan apapun, termasuk tidak juga bagi mereka yang meregang sakit. Jika kita merujuk pada kacamata HAM itu jelas sebagai suatu pelanggaran karena kebijakan tersebut kurang manusiawi, karena membatasi hak seseorang untuk memperoleh pemanfaatan dari ilmu pengetahuan yang telah dia peroleh selama dia belajar, pemanfaatan yang di maksud adalah nilai yang dia dapatkan selama satu semester mengikuti kuliah. Pihak fakultas seakan-akan memposisikan mahasiswa sebagai malaikat yang tidak akan pernah sakit atau tertimpa musibah.

Jika dilihat dari sudut pandang agama (dalam hal ini islam) sangat jauh sekali perbedaannya, kita ambil suatu contoh ketika seseorang sedang jatuh sakit dan dia ingin menunaikan kewajibannya yakni solat tetapi dia tidak sanggup untuk berdiri, maka dia diperbolehkan untuk duduk, dan apabila duduk pun tidak sanggup maka dengan berbaring, coba dibayangkan, ALLAH saja memberikan keringanan kepada umatnya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai hambanya, masa sebagai manusia kita tidak bisa melakukan hal yang sangat sederhana dan mudah untuk dilakukan demi sesama pula!.
Demikian sedikit cerita / kisah seorang mahasiswa yang mana karena suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh kampusnya dia harus mengulang 1 semester kuliahnya karena sebuah musibah yang dia tidak kehendaki. Musibah memang terkadang bisa tiba tanpa kita duga. Tiada seorangpun yang berharap untuk mendapat celaka, oleh karenanya masihkah kita harus menutup mata bahwa tidak ada dispensasi bagi mereka yang lagi ketimpa duka atau sesuatu yang secara logika dapat dibenarkan untuk tidak mengikuti ujian?. Setega itukah ’orang tua’ kita memperlakukan kita.?

Mudah-mudahan tulisan ini bisa menggugah hati sang pemguasa untuk mempertimbangkan kembali kebijakannya yang tidak manusiawi tersebut. Semua ini saya sampaikan hanya atas nama KEMANUSIAAN. Itu saja...!

*Penulisa adalah Ketua Komisi III DPM FH UII Periode 2006-2008



Selengkapnya.....

Fasilitas Anjungan Internet:
Sedikit, sering eror lagi !!!

Oleh : Boy Tidarmawan Putra*

Teknologi merupakan salah satu produk yang dihasilkan manusia untuk memenuhi kebutuhan umat manusia pada umumnya. Kecanggihan teknologi yang berkembang pada jaman sekarang ini, tentunya sangat bermanfaat untuk manusia dalam mencari informasi, berkomunikasi serta menjalankan aktifitas sehari-hari. Salah satu produk teknologi yang sudah sangat dikenal oleh banyak orang yaitu internet. Internet merupakan suatu kecanggihan teknologi yang dapat digunakan dalam segala bidang.
Salah satu contoh kegunaan internet yaitu dapat digunakan untuk mencari informasi dari berbagai sumber. Pada dasarnya internet mempunyai manfaat yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Fakultas Hukum UII merupakan salah satu fakultas ternama di Yogyakarta. Tiap tahun menghasilkan para sarjana hukum yang sangat berkompeten dalam bidangnya, tetapi seiring dengan nama besar yang disandangnya, membuat FH UII ini terlena dan terlelap dengan kondisi yang ada tanpa mau berubah. Tengok saja betapa lambannya kampus ini menyediakan jasa internet gratis bagi civitas akademikanya.

Terkait dengan pentingnya teknologi pada jaman sekarang, tentu fasilitas internet sangat dibutuhkan dalam suatu pendidikan pada khususnya. Bagi mahasiswa FH UII, tidak hanya penting untuk mendapatkan informasi-informasi umum dari berbagai dunia, fasilitas internet ini juga berfungsi untuk mengetahui kegiatan akademik semua mahasiswa FH UII. Nilai hasil ujian tiap semester, jadwal pembayaran SPP, informasi beasiswa, dan semua informasi terkait dengan kegiatan akademik bisa diperoleh dari fasilitas tersebut.

Tentu ketika berbicara hak dan kewajiban, harusnya mahasiswa yang sudah menjalankan kewajiban membayar SPP, seharusnya juga mendapatkan haknya sebagai mahasiswa, salah satu hak yang wajib diberikan kepada mahasiswa adalah fasilitas yang dapat memperlancar kegiatan akademik. Salah satu contoh hak yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan akademik adalah fasilitas anjungan internet. Tetapi permasalahannya disini adalah jumlah anjungan internet di FH UII yang bisa dibilang tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa di FH UII. Jumlah mahasiswa UII yang berjumlah sekitar kurang lebih 3000 orang hanya difasilitasi 9 unit. Dan permasalahan pun tidak hanya sebatas pada jumlah kuantitasnya tetapi kwalitasnya-pun buruk. Dalam artian internet tidak dapat digunakan, hal ini tentu sangat merugikan mahasiswa.”Sudah anjungan Cuma sedikit..error lagi ...kata-kata ini tidak jarang kita dengar...”

Sebenarnya saat ini berbicara tentang penambahan jumlah unit anjungan sudah kadarluarsa, mengingat kampus-kampus yang notabene lebih “rendah” satusnya dari FH UII sudah mampu menyedikan hot spot gratis bagi mahasiswanya. Kabarnya, akhir desember nanti pihak kampus akan merealisasikan keinginannya untuk memasang jaringan hot spot di kampus tercinta ini. Mudah-mudahan kehadirannya nanti akan mensupport kegiatan akademik di fakultas ini, bukan malah sebaliknya semakin membuat pusing kepala dengan aksesnya yang lambat dan mungkin juga akan sering eror. Kita berharap hal ini tidak terjadi.

Kita tidak tahu apakah Fakultas ternama yaitu FH UII hanya dapat menyediakan 9 unit internet dalam kampusnya atau ini hanya merupakan suatu langkah awal fakultas dalam memberikan fasilitas yang maksimal bagi mahasiswa, tentu kami para mahasiswa menunggu jawaban atas pertanyaan tersebut. Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya, harapannya para pimpinan fakultas lebih meningkatkan serta menindak lanjuti permasalahan-permasalahan yang ada, permasalahan fasilitas internet ini tentu hanya sebagian kecil masalah yang timbul di FH UII. Tetapi bukan berarti masalah yang kecil tidak harus diselesaikan bukan?...

* Penulis adalah Wakil Sekertaris Jendral Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia ( DPM FH UII )periode 2006-2008



Selengkapnya.....

SUDAH IDEALKAH KURIKULUM FH UII ?

Oleh : Pebri Kurniawan .CSH*

Pada periode 2006 – 2010, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia mengorientasikan pendidikannya guna untuk mewujudkan suatu proses pendidikan hukum yang mampu menghasilkan kulaitas lulusan yang memiliki kompetensi keislaman (bermoral), Knowledge (cerdas) dan skil (keterampilan). Ketiga obsesi tersebut memang merupakan suatu hal yang sangat ideal sekali tetapi apakah obesi tersebut akan tercapai atau tidak, tentu akan sangat tergantung pada kualitas dosen dan mahasiswa itu sendiri yang akan menentukannya
1. keislaman
sudah menjadi suatu kewajiban untuk setiap muslim mengetahui dan melaksanakan aturan – aturan hokum islam yang telah ditentukan apalagi mahasiswa fakultas hokum UII yang predikatnya institusi islam. Maka konsep ini perlu untuk diterapkan dengan baik kepada mahasiswa, baik dari segi aturan maupun dogmatic.

2. knowledge (cerdas)
memiliki pengetahuan tidak kalah pentingnya, karena pengetahuan / ilmu adalah salah satu asset untuk menjadi penegak hukum yang handal. Pengetahuan terhadap ilmu hokum harus dibarengi dengan penerapan logika yang kuat karena hakekat dalam memahami ilmu hokum harus menggunakan logika yang baik dan tajam, Maka pengetahuan secara teoritik sangat diperlukan.

3. skil (keterampilan)
untuk melengkapi pengetahuan secara teoritik tersebut juga wajib diikuti dengan keterampilan, baik dalam hal menganalisa gejala hokum maupun untuk menyelesaikan kasus – kasus hokum yang terjadi di masyarakat.

Pada tahun 2006 kemaren sebenarnya sudah ada upaya dari pihak fakultas untuk mengkaji ulang kurikulum yang selama ini telah diterapkan. Ada beberapa rekomendasi yang telah dihasilkan oleh komisi-komisi yang ketika itu sudah dibentuk. Namun hingga saat ini kok kayaknya masih belum ada realisasi dari hasil kajian tersebut. Jangankan realisasi, informasi sejauhmana kerja tim pengkaji kurikulum pun belum kita dengar. Tentu hal ini sangat disayangkan sekali, mengigat perubahan jaman yang begitu pesat sehingga menuntut setiap kita untuk terus mencari inovasi dalam hidup, termasuk juga inovasi dalam merumuskan kurikulum fakultas hokum yang mampu untuk mengintegrasi ke tiga aspek di atas demi menjawab tantangan global.

Harapannya dari pengkajian ulang kurikulum yang ada akan semakin memaksimalkan proses perkuliahan yang ada. Matakuliah yang dianggap sudah kadaluarsa atau perlu digabung dengan matakuliah lainnya yang relevan dan tidak menjadi matakuliah yang berdiri sendiri, tentu akan sangat mengurangi beban sks mahasiswa. Dan materi yang selama ini belum menjadi matakuliah wajib di FH UII namun dianggap urgen keberadaannya seperti perkembangan ekonomi syari’ah perlu direspon secara baik.

Tentu sangat disayangkan jika semiloka pengkajian kurikulum yang pernah dilakukan harus pupus ditengah jalan tanpa ada hasil. Kerugian materi dan tenaga yang selama ini telah dikeluarkan akan menjadi sia-sia. Kita berharap, lewat tulian ini, pengambil kebijakan akan mendengar dan merespon aspirasi ini. Mengingat peremajaan kurikulum yang ada sudah sangat mendesak untuk dilakukan demi peningkatan kwilitas lulusan FH UII itu sendiri.

Jika saat ini diajukan sebuah pertanyaan apakah kurikulum yang berlaku di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia sudah menunjang untuk mewujudkan ketiga obesi tersebut atau belum?. Biarlah mahasiswa sendiri yang menilai. Jika jawabannya tidak, tentu mahasiswa harus mengkritik kurikulum yang memang sudah using dan tidak sesuai dengan kebutuhan jaman ini.

Semoga hal ini dapat terwujud dengan baik dan yakin usaha sampai..!!

*Penulis adalah sekretaris jendral DPM FH UII



Selengkapnya.....

Dosen Tercinta

M. Ista’Addi Wisudawan

Setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolah. Kalimat diatas tercetus dari bibir seorang Ki Hajar Dewantara yang begitu dihormati dan dihargai dalam dunia pendidikan kita di Indonesia. Nampaknya pendidikan dari dulu hingga sekarang merupakan faktor penting dalam membangun karakter sebuah bangsa.
Beberapa sekolah maupun perguruan tinggi yang ada di Indonesia tampak mendampingi bangsa ini dalam melaksanakan suatu progressifitas dalam pembangunan bangsa ini melalui sumbangsih pemikiran-pemikiran serta alumni yang dapat kita katakan merupakan kader masa depan dari sebuah bangsa. Menurut lembaran sejarah pendidikan di indonesia, terdapat beberapa perguruan tinggi yang muncul pasca kemerdekaan dan UII salah satu didalamnya. Beberapa kalangan menilai bahwa UII telah menelurkan beberapa kader bangsa yang dapat membawa bangsa ini kepada tangga perubahan dan pembaharuan. Hal tersebut tercipta dikarenakan kualitas alumni yang ditelorkannya serta tidak terlepas dari peran tenaga pengajar yang ada di UII pada saat itu. Para tenaga pengajar inilah yang merupakan suatu faktor penting dalam mencetak putra-putra bangsa yang progressif.

Di Fakultas Hukum UII ini sendiri telah menetaskan beberapa tokoh yang dapat kita katakan memiliki peranan penting dalam menjaga tatanan keseimbangan serta memiliki sumbangsih dalam pelaksanaan pembangunan kemajuan di Indonesia. Kita memang dapat sedikit bangga akan hal tersebut. Akan tetapi sangat ironis sekali jika kita kemudian berkaca dan melihat kedalam tubuh kita sendiri, ketika ternyata terdapat beberapa permasalahan didalam tubuh kita sendiri. Disatu sisi kita almamater kita memang memiliki beberapa posisi penting dalam penjalanan pelaksanaan pembangunan negara, akan tetapi disisi lain kita memiliki persoalan yang serius diinternal kita khususnya pada tenaga pengajar. Seperti kita bicarakan diatas, salah satu faktor yang dapat mendorong almamater mencetak kader-kader bangsa yang progressif adalah tenaga pengajar.

Beberapa persoalan terkait dengan tenaga pengajar tersebut adalah:
Pertama, minimnya tenaga pengajar pada beberapa mata kuliah tertentu, dimana mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah wajib tempuh dan merupakan prasarat mata kuliah lain. Hal ini dapat berdampak pada penumpukan serta meledaknya kuota mata kuliah tersebut. Beberapa mahasiswa yang ”beruntung” dalam key-in memang dapat menempuh mata kuliah tersebut, akan tetapi banyak pula yang harus menunggu semester depan atau bahkan semester depanya lagi sehingga terjadi suatu penumpukan yang terakumulasi. Hal ini tentu saja merugikan mahasiswa, dimana kewajiban serta haknya kurang dapat terakomodir. Harapannya masalah ini dapat teratasi, baik dari segi mekanisme key-innya sendiri maupun dari segi tenaga pengajarnya sendiri dengan munculnya tenaga-tenaga pengajar baru pada beberapa mata kuliah wajib tersebut, sehingga penumpukan kuota dapat teratasi.

Kedua, terdapat beberapa tenaga pengajar yang telah ”uzur” atau ada beberapa tenaga pengajar yang dapat kita katakan sudah tidak layak lagi untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Pada satu sisi memang tenaga pengajar tersebut secara keilmuan memang menguasai mata kuliah yang diampu bahkan dapat dikatakan beliau adalah pakar dari ilmu yang beliau miliki, akan tetapi kita juga tidak dapat menafikan beberapa permasalahan, yang salah satunya adalah permasalahan fisik yang beliau miliki sehingga dari permasalahan tersebut mengakibatkan transformasi ilmu tidak berjalan secara maksimal. Lagi-lagi hal ini dapat merugikan mahasiswa, karena pada dasarnya yang dibutuhkan oleh mahasiswa adalah adanya transformasi dari ilmu tersebut, kita rasa akan terbuang sia-sia ketika seseorang memiliki tingkat keilmuan yang tinggi akan tetapi ia tidak dapat mentrasfer apa yang ia kuasai kepada orang lain, padahal hal tersebut merupakan kewajiban ia sebagai tenaga pengajar. Harapan kita adalah muncul suatu ketegasan sikap dari fakultas sendiri mengenai kelayakan tenaga pengajar ini, dapat diartikan didalamnya diatur pula mengenai batasan-batasan mengenai umur dan batasan kelayakan yang lain. Disamping hal tersebut, diharapkan pula munculnya tenaga-tenaga pengajar yang memiliki kompetensi pada bidangnya dan memiliki metode transformasi yang dapat mudah diserap oleh mahasiswa.

Ketiga, ”hilangnya” beberapa tenga pengajar yang memilki kompetensi tinggi pada bidangnya dikarenakan tugas atau jabatan diluar akademis. Hal ini sebenarnya sangat vital, karena setiap tenaga pengajar yang memiliki jabatan diluar posisinya sebagai tenaga pengajar, akan dibenturkan pada beberapa tanggung jawab yang ia miliki. Berangkat dari hal tersebut, maka munculah stigma negatif yang berkembang mengenai hal ini dan tak sedikit pula yang menilai bahwa pekerjaannya sebagai dosen merupan sebuah batu loncatan untuk jabatan yang lebih tinggi, sehingga akan mengabaikan tugasnya sebagai tenaga pengajar. Akan tetapi kita jangan terjebak pada stigma yang berkembang tersebut kita juaga tidak dapat menilai sebelah mata akan hal ini, karena apa yang beliau laksanakan adalah tugas serta amanah dari bangsa ini guna membangun bangsa yang progresif melalui keilmuan yang beliau miliki, akan tetapi harapan kita adalah beliau-beliau tersebut dapat mengemban amanah serta menjaga nama baik almamater kita serta tetap memiliki loyalitas yang tinggi kepada mahasiswa.
Keempat, terkadang setiap dosen memang memilki suatu metode mengajar yang berbeda-beda, hal tersebut tentu lumrah terjadi dikarenakan setiap orang memiliki karakter yang berbeda, akan tetapi persoalan muncul kemudian ketika terjadi ketidaksesuaian dosen dalam mentransformasikan keilmuannya kepada mahasiswa dengan silabus-silabus perkuliahan yang telah menjadi ketentuan dari fakultas. Ada sebagian dari dosen kita yang ”seenaknya” mengajar tanpa memperhatikan silabus tersebut sehingga proses perkuliahanpun kurang maksimal. Bahkan parahnya lagi, apa yang diajarkan bukan lagi ilmu ilmiah tapi sudah menjurus pada cerita. Sehingga dari awal sampai akhir kelas hanya diisi dengan dongeng.

Point-point diatas adalah sebagian dari beberapa permasalahan yang mungkin kurang mendapat perhatikan dan akan tetap menjadi sebuah permasalahan apabila tidak cepat kita sikapi. Beberapa permasalahan tersebut akan berdampak secara jelas kepada kepentingan mahasiswa secara akademis. Apabila permasalahan diatas dapat teratasi bukan tidak mungkin almamater kita akan menetaskan kembali kader-kader intelektual yang progressif seperti masa ”kejayaan” FH UII dulu. Jika tidak, saya khawatir nama besar FH UII hanya akan menjadi kenangan dan catatan sejarah.

Sekian, muda-mudahan hal ini akan menjadi perhatian bagi pengambil kebijakan di fakultas hukum ini untuk terus membenahi kekurangan yang ada.

*Penulis adalah Ketua Komisi Eksternal DPM FHUII periode 2006-2008

Selengkapnya.....

PERPUSKU TUA RENTA

JAMALUDDIN GHAFUR

Buku adalah jendela dunia! Begitulah banyak orang mengatakan. Buku merupakan sumber ilmu pengetahuan. Banyak hal yang bisa kita dapatkan dari sana, mulai dari berbagai perkembangan ilmu pengetahuan yang bisa menunjang kehidupan manusia, kebijaksanaan, agama dan moral bahkan hiburan. Disadari atau tidak, buku merupakan suatu instrument yang mampu akan mengubah nasib seseorang. Fakta telah menunjukkan bahwa orang-orang besar dan pemikir dunia hampir bisa dipastikan seluruh inspirasi dan ide-ide revolusionernya berasal dari bacaan mereka
Tidaklah heran kemudian jika Tuhan pertama kali mewahyukan kepada Rosulullah Muhammad surat Al-Alaq yang intinya adalah menganjurkan kepada beliau dan ummatnya untuk membaca. Bukan tanpa alasan tentunya Tuhan menurunkan surat ini sebagai wahyu yag pertama, melainkan dengan membacalah manusia akan mampu menangkap semua pesan-pesan ilahiah untuk kesejahteraan umat manusia di bumi ini. Ya, hanya dengan membacalah seseorang bisa menjadi manusia yang seutuhnya.

Begitu pentingnya membaca dalam kehidupan manusia, sehingga kesalahan sedikit saja kita dalam membaca realitas hidup, bukan tidak mungkin penyesalan seumur hidup akan kita derita. Bukan karena sekadar salah baca dokumen intelijen, Colin Powel meminta maaf karena turut merekomendasi penyerbuan Irak pada presidennya, George w. Bush. Bukan pula lantaran membaca lebih tua adabnya ketimbang menulis. Tapi sebab membacalah manusia mengonstitusi diri, orang lain, dan dunia disekirarnya. Kekeliruan kecil saja dalam pembacaan itu, sejarah berikutnya bisa menjelma dosa sepanjang masa, begitulah Radhar Panca Dahana bertutur.

Walaupun buku mempunyai peranan penting bagi kehidupan seseorang terlebih bagi dunia mahasiswa, namun ternyata fasilitas tersebut masih jauh dari memadai di kampus FH UII tercinta ini. Tengok saja diperpustakaan yang konon katanya adalah jantungnya sebuah lembaga pendidikan, betapa sulitnya kita menemukan buku-buku up to date sebagai sarana pengembangan intelektualitas mahasiswa. Yang ada hanyalah buku-buku tua penuh “debu”. Tidak hanya itu, pelayanannya-pun masih sangat konvensional.

Perpus bukanlah tempat untuk menyimpan barang-barang kuno seperti museum yang nilai sejarahnya akan semakin dikagumi manakala barang-barang yang disimpan sudah berumur ratusan tahun. Keanggunan sebuah perpustakaan justru akan semakin elok jika barang-barang di dalamnya adalah sesuatu yang selalu baru.

Tentu ini merupakan sebuah ironi bagi FH UII yang katanya adalah salah satu fakultas hokum terbaik di jagad nusantara ini. Keunggulan IT yang selama ini didengung-dengungkan-pun seakan merupakan sebuah kamuflase belaka untuk menutupi kekurangannya, karena disaat yang sama pencarian info buku-buku yang tersedia di perpustakaan masih menggunakan cara-cara tradisional.

Perbaikan fisik yang ada tentu merupakan suatu kemajuan yang patut untuk kita apresiasi. Namun bagitu, pengambil kebijakan jangan sampai lupa bahwa isi dan pelayanan jauh lebih penting untuk diperbaharui sesegera mungkin daripada sekedar tampilannya saja. Pengadaan buku, jurnal dan majalah terbaru haruslah menjadi suatu prioritas utama yang harus diselesaikan. Jika tidak, bukan hal yang mustahil jika predikat “terbaik” yang selama ini melekat pada FH UII hanya akan tinggal kenangan.
Tentu tuntutan ini tidaklah berlebihan kiranya mengingat jumlah rupiah yang dibayarkan oleh mahasiswa tidaklah sedikit, bahkan tiap tahun selalu mengalami kenaikan. Apakah layak dan etis kemudian jika fasilitas yang kita terima tidak pernah berubah dan bertambah sementara beban keungan semakin mencekik? Mudah-mudah aspirasi ini bisa segera ditindaklanjuti oleh pihak-pihak pengambil kebijakan, mengingat sifatnya yang sangat urgen. Kita tidak ingin lagi mendengar janji yang seakan-akan memberi harapan. Yang kita butuhkan adalah sebuah langkah nyata. Jika tidak bisa, alangkah lebih terhormatnya jika birokrat dan pengambil kebijakan yang ada saat ini bersedia secara sukarela untuk melatakkan jabatannya untuk diganti oleh mereka yang memang mempunyai keberanian untuk melakukan tindakan revolusioner demi perbaikan fakultas hokum UII kedepan.
Sekian….!

*Penulis adalah Ketua Komisi (1) Internal DPM FHUII periode 2006-2008





Selengkapnya.....

Proposal
SEKOLAH KONSTITUSI


Setiap negara berdaulat pastilah memiliki sebuah konstitusi sebagai pedoman bagi proses berjalannya mikanisme pemerintahan. Konstitusi merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur sebuah bangsa. Oleh karenanya, tidak heran jika setiap Negara di dunia ini memiliki sebuah konstitusi yang berbeda satu sama lain sesuai nilai dan kebuadayaan bangsanya masing-masing. Keberadaan Undang-Undang Dasar (konstitusi) bagi sebuah Negara tidak hanya berfungsi sebagai acuan bagi masyarakatnya dalam bertindak dan bertingkah laku.
Lebih jauh dari itu adalah sebagai sebuah bentuk perjanjian (kontrak sosial) antara penguasa dengan rakyat yang telah memberikan mandatnya untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, amanah atau tidak, gagal atau suksesnya sebuah pemerintahan, salah satua acuannya adalah sejauhmana isi dari konstitusi tersebut dipatuhi dan dijalankan secara baik dan maksimal.

Dalam konteks Indonesia, telah menjadi suatu kesepakan politik bersama bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah konstitusi bagi Negara Republik Indonesia yang mengatur tentang bagaimana kita harus bertindak dan bersikap dalam bingkai Negara hukum Indonesia. Sebagai hukum tertinggi di Negara Indonesia, UUD 1945 merupakan wujud dari kesepakatan dan kehendak dari seluruh bangsa Indonesia untuk menata kehidupan yang lebih baik. Sehingga segala aktifitas kenegaraan, pemerintahan dan pergaulan hidup sehari-hari haruslah sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh UUD 1945 tersebut demi tercapainya cita-cita kolektif bangsa yaitu Negara hukum demokratis Indonesia.

Begitu urgen dan pentingnya sebuah konstitusi bagi sebuah Negara, tidak terkecuali Negara Indonesia karena keberadaannya merupakan landasan/pijakan bagi pergaulan masyarakat, mestinya tiap individu dari bangsa ini haruslah paham dan mengerti apa isi dan makna dari setiap pasal-pasal yang terkandung di dalamnya baik yang tersirat maupun yang tersurat. Sehingga nilai-nilai luhurnya bisa diinternalisasi dan terimplementasi dalam keseharian hidup. Namun kelihatannya, hanya segelintir orang saja yang paham apa isi dan makna UUD’45. Tidak hanya bagi rakyat kebanyakan dan mereka yang memang tingkat pendidikannya rendah bahkan para politisi, birokrat, akademisi dan mahasiswa fakultas hukum sekalipun sepertinya juga masih kurang begitu memahami secara utuh dan komprehensip tentang konstitusi Negara Republik Indonesia tersebut sebagai aturan hidup berbangsa dan bernegara dimana segala hak dan kewajibannya sebagai warga Negara tergejewantahkan disana.

Untuk kepentingan inilah kita perlu merumuskan bersama bagaimana caranya agar konstitusi Negara kita diketahui, dipahami dan diamalkan oleh setiap warga Negara Indonesia tanpa terkecuali. Upaya dan media untuk mengdukung kesadaran masyarakat dalam berkonstitusi haruslah terus diupayakan. Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia yang merupakan lembaga yang concern terhadap isu-isu konstitusi mencoba untuk mengambil peran penting tersebut dalam upaya membangun masyarakat yang berkesadaran konstitusi dengan menggagas agenda Sekolah Konstitusi yang sasarannya adalah para mahasiswa di lingkungan Yogyakarta.

A. VISI
Membangun kesadaran berkonstitusi masyarakat guna mewujudkan Negara hukum menuju Indonesia yang demokratis, adil, makmur dan sejahtera.

B. MISI
1. Menumbuhkan budaya masyarakat Indonesia yang sadar konstitusi
2. Terciptanya masyarakat yang tertib hukum
3. Terbangunnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewajiban konstitusionalnya.
4. Menegakkan Negara hukum demokratis.

C. TUJUAN
Sekolah Konstitusi ini bertujuan untuk memahamkan dan mendorong masyarakat, khususnya mahasiswa sebagai agent of change berkesadaran konstitusi sebagai landasan/pijakan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara demi tegaknya Negara hukum di Indonesia.

D. MATERI SEKOLAH KONSTITUSI
1. Keterkaitan antara Proklamasi Kemerdekaan dan Pembukaan UUD 1945
2. Bentuk Negara, Bentuk Pemerintahan, dan Sistem Pemerintahan
3. Prinsip-prinsip Negara Hukum
4. Pemilihan Umum dan Demokrasi di Indonesia
5. Pemisahan Kekuasaan Negara
6. Lembaga Perwakilan dalam Ketatanegaraan Indonesia
7. Presiden dalam Sistem Pemerintahan Indonesia
8. Sistem Pemerintahan Daerah
9. Kekuasaan Kehakiman
10. Sistem Keuangan Negara Indonesia
11. Wilayah Negara
12. Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial
13. Hak Asasi Manusia
14. Dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dalam penyelenggaraan Negara
15. Pertahanan dan Keamanan Negara
16. Perubahan UUD 1945
17. Aturan peralihan dan aturan tambahan UUD 1945
18. Eksaminasi putusan Mahkamah Konstitusi


E. METODE PENYAMPAIAN MATERI
I.1. Metode Klasikal Kelas
Metode ini layaknya seperti proses penyampaian materi perkuliahan di kampus. Dimana akan ada seorang pemateri yang akan menyampaikan materi kepada peserta sekolah konstitusi dan didampingi seorang fasilitator.

I.2. Round Table Discussion
Peserta sekolah konstitusi akan dikelompokkan menjadi beberapa bagian dimana tiap kelompok akan melakukan eksaminasi terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi dan akan dipresentasikan dengan didampingi oleh seorang fasilitator.

I.3. Workshop Konstitusi
Workshop konstitusi ini dilaksanakan sebagai bentuk pendalaman atas materi kelas yang akan dilaksanakan pada akhir masa perkuliahan yang akan diisi oleh akademisi, praktisi dan LSM.

F. EVALUASI DAN PENYUSUNAN PROGRAM RTL
Setelah proses penyampaian materi sekolah konstitusi secara keseluruhan selesai serta pendalaman materi melalui workshop konstitusi terlaksana, maka akan diadakan evaluasi bersama antara pemateri, fasilitator dan para peserta sekolah konstitusi. Untuk menjaga keberlangsungan program ini, akan disusun beberapa program tindak lanjut dari program ini yaitu peserta sekolah konstitusi di wajibkan untuk melakukan pendampingan bagi siswa SMA di Yogyakarta dengan melakukan transformasi atas materi konstitusi yang telah diperolehnya.

Selengkapnya.....